Motivasi
Motivasi adalah suatu konstruk teoretis mengenai terjadinya
perilaku. Menurut para ahli, konstruk teoretis ini meliputi aspek-aspek
pengaturan (regulasi), pengarahan ( direksi), serta tujuan (insentif global)
dari perilaku.
1. Teori-teori Motivasi
a. Teori
Instink
Instink adalah suatu disposisi (kecenderungan) yang
ditentukan secara genetis untuk berperilaku dengan cara tertentu bila
dihadapkan pada rangsang-rangsang tertentu. Teori Instink banyak dipengaruhi
oleh teori evolusi Charles Darwin (1809 – 1882) dan teori perilaku dari William
James (1842 – 1910). William James beranggapan bahwa sebagian besar perilaku
manusia ditentukan oleh instink.
Teori instink pertama dikemukakan oleh William MC Dougall (1871 – 1938) yang membagi instink manusia menjadi sepuluh, lalu dirinci lagi menjadi delapan belas. Tetapi teorinya begitu luas sehingga ia dianggap keluar dari batasan instink. Meskipun demikian, tidak berarti teori motivasi yang mendasarkan diri pada instink lalu menjadi pupus.
Kritik untuk teori ini datang dari ahli-ahli yang melihat budaya atau lingkungan sebagai determinan utama dari perilaku. Mereka beranggapan bahwa menganologikan perilaku binatang dengan manusia dengan generalisasi yang luas amat menyesatkan. Berbagai penelitian mereka juga menunjukkan bahwa tindakan agresif pun banyak dipengaruhi oleh lingkungan seperti mencontoh.
b. Homeostasis
= Teori Drive vs Teori Arousal
Teori drive didasarkan atas determinan-determinan yang
sifatnya biologis. Teori ini dipelopori oleh Clark Leonard Hull (1884 – 1925).
Hull dan kawan-kawan berpendapat bahwa bila tubuh organisme kekurangan zat
tertentu, seperti lapar atau haus, maka akan timbul suatu kebutuhan yang
menciptakan ketegangan dalam tubuh (tension).
Ketegangan ini berupa aktivitas neural (eksitasi)
yang meningkat, makin hebat bila kebutuhan tidak segera terpenuhi. Keadaan ini
akan mendorong (driving state)
organisme berperilaku untuk menghilangkan ketegangan, atau mengembalikan keseimbangan
dalam tubuh, dengan memenuhi kebutuhan tadi. Keadaan keseimbangan itu disebut homeostasis, yaitu keadaan tanpa
tegangan. Pada saat ini, teori drive
memperoleh kritik-kritik yang cukup tajam.
Teori arousal yang dipelopori oleh Elizabeth Duffy dan kawan-kawan mempunyai pendapat tentang homeostasis yang berbeda dari teori drive. Menurut mereka, organisme tidak selalu berusaha menghilangkan ketegangan, tetapi justru sebaliknya organisme sering kali berusaha meningkatkan ketegangan dalam dirinya. Homeostasis menurut teori ini adalah suatu keadaan tegangan optimum, yaitu tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi.
c. Teori
Atribusi
Teori atribusi tidak melandaskan pemikirannya pada
determinan-determinan biologis melainkan psikologis dan lingkungan. Menurut
teori ini, bagaimana seseorang menafsirkan atau berusaha mengerti apa yang
melatarbelakangi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya akan menentukan
perilakunya.
Karena persepsi seseorang tentang daya-daya yang mempengaruhinya bersifat sangat subjektif maka seseorang bisa saja beranggapan bahwa yang menyebabkan dia bertindak adalah kebanyakan faktor lingkungan atau justru sebaliknya.
Orang yang cenderung beranggapan bahwa perilakunya didorong oleh faktor-faktor diluar dirinya disebut mempunyai lokus kontrol eksternal. Sedangkan mereka yang beranggapan bahwa perilakunya diakibatkan oleh daya-daya dalam dirinya sendiri disebut memiliki lokus kontrol internal.
d. Teori
Harapan
Victor E. Vroom, pencetus teori harapan, dan para
pendukungnya beranggapan bahwa motivasi merupakn produk kombinasi antara
besarnya keinginan seseorang untuk mendapatkan hadiah/reward tertentu (valensi),
besarnya kemugkinan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diperlukan (harapan),
dan keyakinannya bahwa prestasinya tersebut akan menghasilkan hadiah yang ia
inginkan (instrumentalitas).
Hubungan ketiga faktor ini bisa digambarkan sebagai berikut:
Hubungan ketiga faktor ini bisa digambarkan sebagai berikut:
Valensi × Harapan × Instrumenlitas = Motivasi
|
Kombinasi yang dapat dilakukan dan dampaknya terhadap motivasi dapat dilihat seperti dalam tabel di bawah ini:
Valensi
|
Harapan
|
Instrumentalitas
|
Motivasi
|
Sangat positif
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Kuat
|
Sangat positif
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sedang
|
Sangat positif
|
Rendah
|
Tinggi
|
Sedang
|
Sangat positif
|
Rendah
|
Rendah
|
Lemah
|
Sangat negatif
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Kuat menghindari
|
Sangat negatif
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sedang menghindari
|
Sangat negatif
|
Rendah
|
Tinggi
|
Sedang menghindari
|
Sangat negative
|
Rendah
|
Rendah
|
Lemah menghindari
|
Teori harapan mempunyai banyak implikasi praktis dan banyak digunakan di bidang manajemen organisasi.
e. Aktualisasi
diri
Pada pertengahan abad ke-20, timbul reaksi yang kuat
terhadap pandangan mekanistik behavioristic mengenai perilaku. Reaksi ini
tercemin dalam pandangan-pandangan yang bersifat kognitif humanistic yang
dicetuskan antara lain oleh Carl Rogers (1902 – 1987) dan Abraham H. Maslow
mereka menolak hubungan antara stimulus
(rangsang) dan respons yang bersifat
mekanistik. Mereka beranggapan bahwa manusia adalah makhluk rasional, oleh
karena itu setiap rangsang akan mengalamu proses kognitif sebelum terjadinya
suatu respons.
Berdasarkan rasionalitas inilah manusia mampu mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuan setinggi mungkin. Seorang tokoh psikoanalitis, C.G. Jung (1875- 1941) menyatakan bahwa motif tertinggi manusia adalah mengembangkan kapasitas atau potensi-potensinya setinggi mungkin. Motif ini dinamakan aktualisasi diri
Istilah aktualisasi diri kemudia dikembangkan berdasarkan penilitian-penilitian Rogers dan Maslow. Rogers beranggapan bahwa perilaku manusia dikuasai oleh the actualizing tendency, yaitu suatu kecenderungan inheren manusia untuk mengembangkan kapasitasnya sedemikian rupa guna memelihara dan mengembangkan diri. Motivasi yang timbul akibat kecenderungan ini meningkatkan kemandirian dan mengembangkan kreativitas.
f. Teori Motif
Berprestasi
Konsep
motif berprestasi mula-mula dikemukakan oleh Henry Murray pada tahun 1938 dalam
bukunya Explorations in personality. Ia
membagi kebutuhan-kebutuhan manusia ke dalam 17 kategori. Di antaranya adalah
kebutuhan untuk berprestasi (achievement)
dan kebutuhan berafiliasi/berteman. Konsep – konsep ini dipakai untuk
menggambarkan kepribadian seseorang dalam rangka suatu diagnose yang sifatnya
klinis.
Pada tahun
1940-an John Atkinson dan David Mc Clelland mempelajari motivasi untuk
keperluan yang lebih luas. Mereka yakin bahwa pengetahuan akan faktor-faktor
yang mendasari manusia mempunyai dampak yang sangat luas. Hasil-hasil
penelitian mereka menghasilkan teori motivasi berprestasi yang dampaknya di
bidang ekonomi cukup luas dan mendalam.
Mc Clelland
membedakan tiga kebutuhan utama yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu:
kebutuhan berprestasi atau n-ach, kebutuhan
untuk berkuasa atau n-power, dan
kebutuhan untuk berafiliasi atau n-affiliasi.
Kebutuhan
berprestasi atau n-ach tercermin dari
perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standar keunggulan (standard
of excellence). Orang seperti ini menyukai tugas-tugas yang menantang, tanggung
jawab secara pribadi, dan terbuka untuk umpan balik guna memperbaiki prestasi inovasi
kreatifnya.
Kedua
kebutuhan lainnya yaitu n-power dan n-aff kurang banyak diteliti disbanding n-ach. N-power terlihat dari perilaku individu yang selalu berusaha
menanamkan pengaruh atas orang lain demi reputasinya sendiri. N-aff terlihat
pada perilaku individu yang menyukai berkumpul bersama orang lain, membina
hubungan baik, dan menjalin hubungan-hubungan baru.
g. Motivasi Takut
Kegagalan
Teori ini
dikembangkan oleh John Atkinson, rekan kerja David Mc Clelland. Menurut
Atkinson, terdapat dua tipe manusia yang perilakunya mengarah pada prestasi.
Kelompok yang pertama adalah orang-orang yang lebih termotivasi untuk
berprestasi daripada menghindari kegagalan. Kelompok kedua adalah mereka yang
lebih termotivasi oleh ketakutan akan gagal.
Kedua
kelompok tersebut mempunyai prestasi yang berbeda pada tugas-tugas yang
mempunyai derajat kesulitan yang bervariasi. Atkinson mengatakan bahwa orang
yang termotivasi untuk berhasil akan mempunyai prestasi yang bagus pada
tugas-tugas dengan taraf kesulitan sedang.
2. Jenis - jenis Motif
Walgito mensinyalir
adanya dua jenis motif, yaitu :
a. Motif Fisiologis, berakar pada keadaan jasmani, misalnya
dorongan untuk makan, minum, seks, menghirup udara segar. Dorongan tersebut
berkaitan dengan kecenderungan untuk mempertahankan eksistensi sebagai makhluk
hidup sehingga disebut motif (basic
motives) atau motif primer (primary
motives). Motif ini juga disebut motif alami (natural motives) atau motif bawaan.
b. Motif Sosial,
cenderung lebih kompleks dan merupakan sumber dari banyak perilaku atau
perbuatan manusia. Dikatakan sosial karena merupakan motif yang dipelajari
kelompok sosial (social group).
Sementara Plotnik
berpendapat bahwa terdapat tiga jenis motif berdasarkan tiga macam kebutuhan,
yaitu :
- Kebutuhan Biologis : Tuntutan fisiologis yang penting agar kita bisa bertahan hidup dan mendapatkan kesejahteraan fisik.
- Kebutuhan Sosial : Kebutuhan yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman.
- Kebutuhan Kepuasan : Plotnik merujuk pada hierarki kebutuhan Maslow. Hierarki kebutuhan Maslow adalah suatu urutan kebutuhan yang menanjak atau bersifat hierarkis, dimana kebutuhan biologis ditempatkan di dasar dan kebutuhan sosial dipuncak. Menurut hierarki Maslow, kita memenuhi kebutuhan biologis kita (dasar hierarki) sebelum memenuhi kebutuhan sosial (puncak hierarki).
§ Tingkat
1 : Kebutuhan kebutuhan fisik,
misalnya : makan, minum, seks, dan tidur.
§ Tingkat 2
: Kebutuhan akan keamanan, misalnya : perlindungan dari kejahatan.
§ Tingkat 3
: Kebutuhan akan rasa cinta dan diterima, misalnya : diterima oleh individu
individu lain.
§ Tingkat 4 :
Kebutuhan akan penghargaan, misalnya : prestasi, kompetensi, memperoleh
pengakuan, dan penghargaan.
§ Tingkat 5 :
Aktualisasi diri, misalnya : pemenuhan potensi keunikan seseorang.
Menurut Mc Clelland
(dalam Morgan dkk, 1984) terdapat tiga jenis motif sosial, yang diantaranya :
a.
Motif
Berprestasi
Orang yang mempunyai
kebutuhan ini akan meningkatkan kinerjanya, dan dengan demikian akan terlihat
kemampuan berprestasinya. Penelitian menunjukan bahwa orang yang memiliki n-achievement tinggi, akan mempunyai
kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang n-achievement-nya rendah.
b.
Kebutuhan
Berafiliasi
Afiliasi menunjukan
bahwa seseorang yang mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain.
Orang yang kuat kebutuhan afiliasinya akan selalu mencari teman dan berusaha
mempertahankan hubungan yang telah dibina dengan orang lain tersebut.
Sebaliknya, orang yang kebutuhan afiliasinya rendah akan segan mencari teman
dan tidak cenderung membina dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
c.
Kebutuhan
Akan Kekuasaan
Kebutuhan ini timbul
dan berkembang dalam interaksi sosial. Orang yang mempunyai power needs yang tinggi suka melakukan
kontrol, mengendalikan, atau memerintah orang lain.
Untuk memenuhi tugas softskill Matematika Dasar
Oleh Alfiah Wulandari
Kelas : 1PA14
Motivasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar