Perjuangan
bangsa Indonesia sebelum dan sesudah Abad XX
Banyak sekali perjuangan masyarakat di daerah,
ketika tersadar bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang kuat, seperti sebelum
abad ke 20 ada bergai pemberontakan yang dilakukan oleh ulama dan petinggi
masyarakat, dan setelah abad ke 20 banyak cendikiawan yang tegerak untuk
melakuka perlawan secara diplomatis.
A. Perjuangan bangsa indonesia sebelum
Abad XX
Sebelum abad ke-20 perjuangan bangsa
indonesia masih bersifat kedaerahan. Masing-masing pemimpin mempertahankan
wilayah kekuasaannya. perlawanan dipimpin oleh raja atau bangsawan. Seperti
Pangeran Diponegoro (bangsawan), Teuku Umar (bangsawan), Sultan Hasanuddin
(raja), Si Singamagaraja IX (raja). Karena perlawanan bertumpu pada kharisma
pemimpin, maka tatkala pemimpin tewas atau tertangkap, perlawanan akan
berhenti. Perjuangan berbentuk perlawanan fisik, melalui peperangan.
Pertempuran secara frontal menimbulkan banyak korban jiwa bagi kedua
pihak.perlawanan berpusat di desa-desa atau di pedalaman karena kota-kota yang
merupakan pusat perniagaan dikuasai Belanda dan didirikan benteng. Perjuangan
bangsa indonesia sebelum abad ke-20 melalui perang dan pemberontakan oleh bagsa
indonesia, sebagai berikut:
1. Pemberontakan
Saparua
Protes rakyat dibawah pimpinan Thomas Matulesia
diawali dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada belanda.Daftar itu
ditanda tangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari saparua dan nusa
laut. Beberapa pemimpin lain dalam pemberontakan ialah anthony rhebok, philip
latumahina, dab raja dari siri sori sayat.Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira
seratus orang, diantaranya thomas matulesia berkumpul di hutan warlutun dan
memutuskan untuk menghancurkan benteng di saparua dan membunuh semua
penghuninya.
Pada tanggal 15 Mei 1817 malam, benteng dikepung
oleh massa yang sudah siap untuk melakukan penyerbuan, di benteg sendiri hanya
ada belasan tentara kumpeni, sebagian besar serdadu jawa. Pada 16 Mei pagi pagi
residen telah memerintah untuk mengerek bendera putih.Dalam penyerbuan, residen
dan keluarganya mati terbunuh, kecuali seorang anak laki-laki yang akhirnya
mendapat perlindungan patiwael, hanya beberapa tentara yang meloloskan diri.
Meskipun benteng dapat direbut kembali pada tanggal
3 agustus 1817, pergolakan berkobar terus dan para pemimpin bersembunyi di
hutan-hutan. Rakyat nusa laut melatakkan senjata pada tanggal 10 november, dua
hari kemudian matulesia tertangkap oleh liman pietersen. Sebagai akhir masa
pemberontakan, pada tanggal 16 November 1817, diadakan upacara agama.Dua hari
kemudian para pemimpin pemberontakan dibawa ke Ambon untuk diadili. Matulesia
dan tikoh-tokoh terkemuka dijatuhi hukuman mati sedangkan lainyya dibuang,
antara lain ke jawa.
2.
Perang Padri (1819- 1832)
Waktu inggris memegang kekuasaan sementara mereka
berhasil menyingkirkan kaum padri dari padang dan seanteronyadengan segala tipu
muslihat. Kemudian dibiarkanlah mereka meguasanya, maka dari itu ketika belanda
datang kembali pada tahun 1816, daerah tersebut didominasi oleh kaum
padri.Kekuasaan sebagai penguasa dipakai untuk memungut pajak dan sebaian dari
hasil panen, mengarahkan tenaga wanita dan anak-anak untuk “dijual” sebagai
tenaga pekerja antara lain di Sumatra timur.Hal tersebut membuat para penguasa
menggabungkan diri dan mengadakan perlawanan terhadap belanda.Pusat gerakan
adalah Bonjol atau Alam panjang. Imam bonjol dalam memimpin gerakan dibantu
oleh tuanku mudik padang dan mansiangan. Dalam perlawanan kaum padri, belanda
lama-kelamaan sadar bahwa pada hakikatnya bahwa gerakan itu tidak hanya
mempertahankan kepentingan agama akan tetapi juga perlawanan terhadap kolonial,
sebagai ancaman dari kemerdekaan mereka.
Sejak ditandatangani
perjanjian imam bonjol pada awal tahun 1824 semangat perlawan tidak mereda
melaikan semakin dahsyat, tidak mudah fundamentalisme seperti yang ada pada
kaum padri dipadamkan begitu saja. Wajarlah dalam situasi seperti itu timbul
kelompok yang tidak setuju dengan kaum padri, antara lain mereka yang masih
menganngap dirinya keturunan raja-raja minagkabau atau peghulu-penghulu.
Diantara mereka yang terkemuka ialah tuanku nan saleh dari talawas penghulu
tanah datar, dan lain-lain. Politik kolonial belanda mengikuti pola lama
seperti yang telah dijalankan di daerah-daerah lain, yaitu cenderung memihak
yang lebih ‘lunak’, dan karena itu bersedia bekerjasama dengan belanda.
Diharapkan dengan demikian front pribumi diperlemah.
Meskipun telah ditandatangani kontrak antara belanda
dan para penghulu yang mewakili daerah kerajaan minangkabau pada tanggal 10
Februari 1821, jadi secara De Jure belanda telah di akui kekuasaanya, namun
secara de Facto daerah-daerah belum dikuasanya. Satu persatu semuanya perlu
diperangi, ditundukkan dan diduduki.Pos-pos yang didirikan belanda menghadapi
ancaman terus-menerus dari kaum padri yang tidak henti-hentinya
melakukan-serangan-serangan, seperti terhadap semawang, sulit air, rau, enam
kota, dan tanjung alam. Untuk melemahkan basis belanda kaum padri melakukan
juga di tanah datar dan juga ke Natal.Ofensif belanda secara besar-besaran pada
tahun 1820 terhadap pagaruyung dapat dipukul mundur.Dan di maraupalam satu
kompi dapat dihancurkan.
Dengan didirikannya pos-pos
penjagaan di minagkabau sejak bulan juli 1830 timbul kegiatan lagi dari
perlawanan kaum padri; bahkan mulai menjalankan agresi diluar daerahnya seperti
di tanah Tapanuli. Taktik memperluas medan juga ditanggapi oleh belanda, akan
tetapi serangannya tetap dipusatkan terhadap bonjol. Tuanku imam Bonjol dan
tuanku Muda menyelamatkan diri dan lolos sebelum bonjol diduduki belanda pada
tanggal 21 september 1832. Antara 1825-1832 masih banyak penghulu yang
melakukan perlawanan. Akhirnya pada 30 oktober 1832 menyerahlah tuanku nan
Alahan dan dengan demikian berakhirlah perang padri.
3.
Perang Diponegoro (1825-1830)
Pada pertengahan bulan Mei1825,
pemerintah Belanda yang awalnya memerintahkan pembangunan jalan dari Yogyakarta
ke Magelang
lewat Muntilan,
mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo.Rupanya di
salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran
Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan
memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda.Ia kemudian memerintahkan
bawahannya untuk mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut. Namun
Belanda tetap memasang patok-patok tersebut bahkan yang sudah jatuh
sekalipun.Karena kesal, Pangeran Diponegoro mengganti patok-patok tersebut
dengan tombak.
Belanda
yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah
memberontak, pada 20
Juli 1825
mengepung kediaman beliau. Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya
menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan
meneruskan ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima
kilometer arah barat dari Kota Bantul. Sementara itu, Belanda yang tidak
berhasil menangkap Pangeran Diponegoro membakar habis kediaman Pangeran. Pangeran
Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun
Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya.Pangeran menempati goa
sebelah Barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaan
beliau.Sedangkan Raden
Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani
Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di
sebelah Timur.
Setelah penyerangan itu, dimulailah sebuah perang
besar yang akan berlangsung 5 tahun lamanya. Di bawah kepemimpinan Diponegoro,
rakyat pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi
tekan pati"; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati.Selama
perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro.
Perjuangan Diponegoro dibantu Kyai
Maja
yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Dalam perang jawa ini
Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubowono VI serta Raden Tumenggung
Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.
4.
Perang banjarmasin
Persoalan pergantian takhta di kerajaan banjarmasin
mendorong belanda untuk mengadakan intervensi dan melepaskan politik tak campur
tangan. Wafatnya Sultan Tahmidillah II digantikan oleh Sultan Sulaiman
(1824-1825) yang memerintah hanya dua tahun; kemudian digantikan oleh Sultan
Adam (1825-1857). Pada masa ini kesultanan Banjar hanya tinggal Banjarmasin,
Martapura dan Hulusungai.Selebihnya telah dikuasai oleh Belanda. Ketika Sultan
Adam (1825-1857) meninggal dunia, Belanda mengangkat cucunya yaitu Pangeran
Tamjidillah menjadi Sultan. Putra Sultan Adam yaitu Pangeran Abdulrachman, ayah
Tamjidillah, telah meninggal lebih dahulu pada tahun 1852.
Pengangkatan ini rupanya menimbulkan masalah, karena
Ibu Tamjidillah adalah orang Cina. Sebagian masyarakat muslim keberatan untuk
menerimanya. Apakah ini berkaitan soal sara, tentunya perlu dilakukan
penelitian lebih jauh. Tapi rupanya keberatan lain pada pengangkatan
Tamjidillah, adalah kesenangannya pada minuman keras dan bermabuk-mabukan.
Rupanya kalangan umum lebih menyukai putra Abdulrachman yang lain yaitu
Pangeran Hidayatullahullah. Dia selain putra dari Ibu bangsawan, juga
berperangai baik.Tetapi Tamjidillah sudah didukung dan ditetapkan Belanda
sebagai suksesor.Keruwetan politik dalam negeri Kesultanan Banjar ini akhirnya
menimbulkan meletusnya Perang Banjar selama 4 tahun (1859–1863).Pada periode
konflik fisik itulah, yaitu pada tahun 1859, muncul seorang pangeran setengah
baya yang telah disingkirkan haknya, memimpin perlawanan terhadap
Belanda.Dialah Pangeran Antasari yang lahir tahun 1809. Antasari kemudian
bergabung dengan kepala-kepala daerah Hulu Sungai, Martapura, Barito,
Pelaihari, Kahayan, Kapuas, dan lain-lain.Mereka bersepakat mengusir Belanda
dari Kesultanan Banjar. Maka perang makin menghebat, dibawah pimpinan Pangeran
Antasari.Pernah pihak Belanda mengajak berunding, tetapi Pangeran Antasari
tidak pernah mau.Daerah pertempurannya meliputi Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah.
Tepatnya
tanggal 28 April 1859, Perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari
meletus, dengan jalan merebut benteng Pengaron milik Belanda yang dipertahankan
mati-matian. Pertempuran di benteng pengaron ini disambut dengan
pertempuran-pertempuran di berbagai medan yang tersebar di Kalimantan Selatan,
yang dipimpin oleh Kiai Demang Lehman, Haji Buyasin, Tumenggung Antaluddin, Pangeran
Amrullah dan lain-lain.
Perlawanan semakin meluas, kepala-kepala daerah dan
para ulama ikut memberontak, memperkuat barisan pejuang Pangeran Antasari
bersama-sama pangeran Hidayatullah, langsung memimpin pertempuran di berbagai
medan melawan pasukan kolonial Belanda. Tetapi karena persenjataan pasukan
Belanda lebih lengkap dan modern, pasukan Pangeran Antasari dan Pangeran
Hidayatullah terus terdesak serta semakin lemah posisinya. Setelah memimpin
pertempuran selama hampir tiga tahun, karena kondisi kesehatan, akhirnya
Pangeran Hidayatullah menyerah pada tahun 1861 dan dibuang ke Cianjur, Jawa
Barat.
5.
Perang aceh (1873-1912)
Meskipun pada awal abad XIX hegemoni kerajaan aceh
di sumatra bagian utara sudah sangat menurun, kedaulatannya masih duakui penuh
oleh negara-negara barat, bahkan berdasarkan traktat london pada tahun 1824
menjamin kemerdekaan dan integritasnya. Menurut
traktat itu belanda diberi wewenang menjaga ketentraman di perairan dalam
lingkingan kerajaan aceh. Hal ini membuat belanda melakukan kesewenag wenagan
belanda pada masyarakat aceh, maka timbullah perang aceh.
Perang Aceh
Pertama (1873-1874) dipimpin oleh Panglima Polim
dan Sultan
Mahmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Köhler.Köhler
dengan 3000 serdadunya dapat dipatahkan, dimana
Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April1873.
Sepuluh hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana.Yang paling besar saat
merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang dibantu oleh beberapa kelompok
pasukan.Ada di Peukan Aceh, Lambhuk,
Lampu'uk, Peukan
Bada,
sampai Lambada, Krueng Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan dari Teunom,
Pidie, Peusangan, dan beberapa wilayah lain.
Perang ketiga (1881-1896), perang dilanjutkan secara
gerilya dan dikobarkan perang fi sabilillah.Dimana sistem perang gerilya ini
dilangsungkan sampai tahun 1903.Dalam perang gerilya
ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar
bersama Panglima Polim dan Sultan.Pada tahun 1899
ketika terjadi serangan
mendadak dari pihak Van der Dussen di Meulaboh,
Teuku Umar gugur.Tetapi Cut Nyak Dhien
istri Teuku Umar kemudian tampil menjadi komandan perang gerilya.
Perang
keempat (1896-1910) adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan
perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari pusat
pemerintahan Kesultanan.
Untuk mengalahkan pertahanan dan perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli Dr.
Christiaan
Snouck Hurgronje yang menyamar selama 2 tahun di
pedalaman Aceh untuk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh.Hasil
kerjanya itu dibukukan dengan judul Rakyat Aceh (De Acehers). Dalam buku itu
disebutkan strategi bagaimana untuk menaklukkan Aceh.
Ternyata siasat Dr Snouck Hurgronje diterima oleh
Van Heutz yang menjadi Gubernur militer dan sipil di Aceh (1898-1904). Kemudian
Dr Snouck Hurgronje diangkat sebagai penasehatnya.
B. Perjuangan bangsa indonesia sesudah
abad XX
Sesudah abad ke-20 perjuangan bangsa indonesia sudah
bersifat nasional, yaitu perjuangan tidak lagi bersifat nasionalisme sempit,
namun perjuangan ditujukan untuk mencapai Indonesia Merdeka. Munculnya kata
“Indonesia” sebagai identitas bangsa menyatukan berbagai suku, agama, dan
budaya yang ada di Nusantara untuk bersatu padu mengusir penjajah.
Perjuangan dipimpin oleh golongan terpelajar
(cendekiawan). Pemberian kesempatan bagi pribumi untuk mengenyam pendidikan di
sekolah-sekolah Belanda pada awal abad ke-20 dimaksudkan untuk memperoleh
tenaga kerja murah, namun justru melahirkan golongan cendekiawan yang kemudian
memimpin perjuangan melawan kolonialisme Belanda.Mereka adalah Sutomo, Suardi
Suryaningrat, Soekarno, Moh. Hatta, Sahrir, dan lain-lain. Karena perjuangan
melalui organisasi modern menerapkan sistem kaderisasi, maka meski pemimpin
tertangkap dan dipenjara, perlawanan tetap berlanjut perjuangan melalui
organisasi pergerakan nasional.
Upaya mencapai kemerdekaan dilakukan dengan
cara-cara modern, misalnya lewat media massa, demo, pemogokan buruh/pegawai,
atau mengirimkan wakil-wakil di dewan rakyat (volksraad), serta menggalang
dukungan politik dari dunia luar. Dalam perjuangan bangsa undonesia sesudah
abad ke 20, ditandai dengan bermunculannya organisasi-organisasi bersifat
nasionalis, sebagai berikut:
1. Budi Utomo
Sejak dokter wahidin pada tahun-tahun 1906 dan 1907
melancarkan suatu gerakan untuk mendirikan gerakan untuk mendirikan studiefonds
(beasiswa).[7] Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat
rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye tersebut
akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dengan ketuanya
Dr. Sutomo.Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia.Pada mulanya Budi Utomo
bukanlah sebuah partai politik.Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia
Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan
pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan
tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah
pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan
kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam
rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.
Berdirinya Budi Oetomo menjadi tonggak awal
perlawanan bangsa Indonesia dalam melanwan Belanda, dari yang semula
menggunakan perlawanan fisik dan kontak senjata yang dirasa sangat tidak
efektif karena senjata yang digunakan oleh bangsa Indonesia tidak dapat
mengimbangi senjata yang dimiliki oleh Belanda dan akhirnya beralih ke
perlawanan yang bersifat politik dan diplomatis. Sebagai awal dari perubahan
pemikiran bangsa Indonesia akhirnya tanggal 20 Mei 1908 ditetapkan sebagai Hari
Kebangkitan Nasional.
2. Indische Partij
IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di
Bandung oleh tokoh Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto
Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk
mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di
Indonesia.Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi
(diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda
campuran (Indo). IP sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama
orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indo
sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar
kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.
Di samping itu juga disadari betapa pun baiknya
usaha yang dibangun oleh orang Indo, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa
adanya bantuan orang-orang bumi putera. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes
Dekker dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang
Indo.Indische Partij merupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara
terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia
merdeka.Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua
indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan
surat kabar ‘De Expres’ pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk
membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia.
Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner
karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah
kolonial.Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah
Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan
Napoleon Bonaparte (Prancis). Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh
pemerintah Hindia Belanda.Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara
penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu
bangsa yang dia sebagai penjajahnya.Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan
termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis
artikel bernada sarkastis yang berjudul ‘Als ik een Nederlander was’, Andaikan
aku seorang Belanda. Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat
ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Express
tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang
kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat
rekan dalam Tiga Serangkai, E.F.E. Douwes Dekker turut mengkritik dalam
tulisannya di De Express tanggal 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden:
Tjipto Mangoenkoesoemoen Soewardi Soerjaningrat.
3. Sarekat Islam
Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan
para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI
didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik
Jawa. Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi, dengan tujuan memajukan
perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih
terbatas pada ruang lingkup pedagang, maka tidak memiliki anggota yang cukup
banyak.Oleh karena itu agar memiliki anggota yang banyak dan luas ruang
lingkupnya, maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah menjadi SI (Sarekat
Islam).Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti
H.O.S Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang
pesat karena bermotivasi agama Islam.
Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam
adalah: perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina,
isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya
dan membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.
Sebelum abad ke-20 perjuangan bangsa indonesia masih
bersifat kedaerahan. perjuangan berbentuk perlawanan fisik, melalui peperangan.
Pertempuran secara frontal menimbulkan banyak korban jiwa bagi kedua
pihak.perlawanan berpusat di desa-desa atau di pedalaman karena kota-kota yang
merupakan pusat perniagaan dikuasai Belanda dan didirikan benteng. Perjuangan
bangsa indonesia sebelum abad ke-20 melalui perang dan pemberontakan oleh bagsa
indonesia seperti: Pemberontakan Saparua, Perang Padri (1819- 1832), Perang
Diponegoro (1825-1830), Perang banjarmasin, Perang aceh (1873-1912) Dsb.
Sesudah abad ke-20 perjuangan bangsa indonesia sudah
bersifat nasional, perjuangan dipimpin oleh golongan terpelajar (cendekiawan).
perjuangan melalui organisasi pergerakan nasional. Upaya mencapai kemerdekaan
dilakukan dengan cara-cara modern, misalnya lewat media massa, demo, pemogokan buruh/pegawai,
atau mengirimkan wakil-wakil di dewan rakyat (volksraad), serta menggalang
dukungan politik dari dunia luar. Dalam perjuangan bangsa undonesia sesudah
abad ke 20, ditandai dengan bermunculannya organisasi-organisasi bersifat
nasionalis, seperti: Budi Utomo, Indische Partij, Sarekat Islam, Dan
sebagainya.
Untuk memenuhi tugas softskill Matematika Dasar
Oleh Alfiah Wulandari
Kelas : 1PA14
Perjuangan Bangsa Indonesia Sebelum dan Sesudah Abad XX